BATUAN BEKU
Batuan
beku merupakan batuan yang berasal dari hasil proses pembekuan magma. Igneous
berasal dari kata ignis yang berarti api atau pijar, karena magma merupakan
material silikat yang panas dan pijar yang terdapat di dalam bumi.
Magma
merupakan material silikat yang sangat panas yang terdapat di dalam bumi dengan
temperatur berkisar antara 600oC sampai 1500oC. Magma
disusun oleh bahan yang berupa gas (volatil) seperti H2O dan CO2,
dan bukan gas yang umumnya terdiri dari Si, O, Fe, Al, Ca, K, Mg, Na dan minor
element seperti V, Sr, Rb, dll. Magma terdapat dalam rongga di dalam bumi yang
disebut dapur magam (magma chamber). Karena magma relatif lebih ringan dari
batuan yang ada disekitarnya, maka magma akan bergerak naik ke atas. Gerakan
dari magma ke atas ini kadang-kadang disertai oleh tekanan yang besar dari
magma itu sendiri atau dari tekanan disekitar dapur magma, yang menyebabkan
terjadi erupsi gunung api. Erupsi gunung api ini kadang-kadang hanya
menghasilkan lelehan lava atau disertai dengan letusan yang hebat (eksplosif).
Lava
merupakan magma yang telah mencapai permukaan bumi, dan mempunyai komposisi
yang sama dengan magma, hanya kandungan gasnya relatif lebih kecil. Lava yang
membeku akan menghasilkan batuan beku luar (ekstrusif) atau batuan volkanik.
Magma yang tidak berhasil mencapai permukaan bumi dan membeku di dalam bumi
akan membentuk batuan beku dalam (instrusif) atau batuan beku plutonik.
Proses
Kristalisasi Magma
Karena
magma merupakan cairan yang panas, maka ion-ion yang menyusun magma akan
bergerak bebas tak beraturan. Sebaliknya pada saat magma mengalami pendinginan,
pergerakan ion-ion yang tidak beraturan ini akan menurun, dan ion-ion akan
mulai mengatur dirinya menyusun bentuk yang teratur. Proses ini disebut kristalisasi. Pada proses ini yang
merupakan kebalikan dari proses pencairan, ion-ion akan saling mengikat satu
dengan yang lainnya dan melepaskan kebebasan untuk bergerak. Ion-ion tersebut
akan membentuk ikatan kimia dan membentuk kristal yang teratur. Pada umumnya
material yang menyusun magma tidak membeku pada waktu yang bersamaan.
Kecepatan
pendinginan magma akan sangat berpengaruh terhadap proses kristalisasi,
terutama pada ukuran kristal. Apabila pendinginan magma berlangsung dengan
lambat, ion-ion mempunyai kesempatan untuk mengembangkan dirinya, sehingga akan
menghasilkan bentuk kristal yang besar. Sebaliknya pada pendinginan yang cepat,
ion-ion tersebut tidak mempunyai kesempatan untuk mengembangkan dirinya,
sehingga akan membentuk kristal yang kecil. Apabila pendinginan berlangsung
sangat cepat maka tidak ada kesempatan bagi ion untuk membentuk kristal,
sehingga hasil pembekuannya akan menghasilkan atom yang tidak beraturan
(hablur), yang dinamakan dengan mineral gelas (glass).
Pada saat
magma mengalami pendinginan, atom-atom oksigen dan silikon akan saling mengikat
pertama kali untuk membentuk tetrahedra oksigen-silikon. Kemudian tetrahedra-
tetrahedra oksigen-silikon tersebut akan saling bergabung dan dengan ion-ion
lainnya akan membentuk inti kristal dari bermacam mineral silikat. Tiap inti
kristal akan tumbuh dan membentuk jaringan kristalin yang tidak berubah.
Mineral yang menyusun magma tidak terbntuk pada waktu yang bersamaan atau pada
kondisi yang sama. Mineral tertentu akan mengkristal pada temperatur yang lebih
tinggi dari mineral lainnya, sehingga kadang-kadang magma mengandung
kristal-kristal padat yang dikelilingi oleh material yang masih cair.
Komposisi
dari magma dan jumlah kandungan bahan volatil juga mempengaruhi proses
kristalisasi. Karena magma dibedakan dari faktor-faktor tersebut, maka
kenampakan fisik dan komposisi mineral batuan beku sangat bervariasi. Dari hal
tersebut, maka penggolongan (klasifikasi) batuan beku dapat didasarkan pada
faktor-faktor tersebut di atas. Kondisi lingkungan pada saat kristalisasi dapat
diperkirakan dari sifat dan susunan dari butiran mineral yang biasa disebut
sebagai tekstur. Jadi klasifikasi batuan beku sering didasarkan pada tekstur
dan komposisi mineralnya.
Tekstur
Batuan Beku
Tekstur
pada batuan beku digunakan untuk menggambarkan kenampakan batuan yang
didasarkan pada ukuran (sifat) dan susunan kristal-kristal penyusun batuan
beku. Tektur merupakan ciri yang sangat penting, karena tekstur dapat
menggambarkan kondisi proses pembentukan batuan beku. Kenampakan ini
memungkinkan ahli geologi untuk mengetahui kejadian batuan beku di lapangan.
Tekstur
terpenting yang mempengaruhi tekstur batuan beku adalah tingkat kecepatan
pembekuan magma. Pembekuan magma yang lambat akan menghasilkan butir-butir kristal
yang besar. Proses ini terjadi pada magma yang terdapat jauh di bawah permukaan
bumi atau material yang disemburkan oleh gunung api pada saat erupsinya, akan
mengalami pembekuaan yang sangat cepat.
Batuan
beku yang terbentuk pada atau dekat dengan permukaan bumi akan menunjukkan
tekstur yang berbutir halus yang disebut afanitik.
Butiran mineral pada batuan beku afanitik sangat kecil, sehingga sangat sulit
dibedakan jenis mineralnya dengan mata biasa. Meskipun jenis mineralnya sulit
ditentukan karena ukurannya yang sangat halus, tetapi batuan ini dapat
dicirikan oleh warnanya yang sangat terang, menengah atau gelap. Batuan beku
afanitik yang berwarna terang terutama disusun oleh mineral non ferromagnesian
silicate. Sedang batuan beku afanitik yang berwarna gelap disusun oleh
mineral-mineral feromagnesian silikat.
Kenampakan
yang umum pada batuan beku afanitik adalah adanya lubang-lubang bekas keluatnya
gas yang bentuknya membundar atau memanjang yang disebut vesikuler, dan umumnya terdapat pada bagian luar dari aliran lava.
Batuan
beku yang terbentuk jauh di bawah permukaan akan menghasilkan tekstur butiran
yang kasar, yang disebut faneritik.
Tekstur ini menunjukkan butiran yang kasar dan relatif sama besar, serta
mineral-mineralnya dapat dibedakan dengan mata biasa tanpa bantuan alat
pembesar. Batuan beku faneritik ini karena terbentuk jauh di bawah permukaan,
maka batuan ini akan muncul ke permukaan setelah batuan yang menutupinya
mengalami proses erosi.
Massa
magma yang besar yang terletak jauh di kedalaman bumi, membutuhkan waktu yang
cukup lama untuk proses pembekuannya, puluhan ribu tahun atau bahkan jutaaan
tahun. Karena semua mineral dalam magma tidak mengkristal pada waktu yang
bersamaan, maka akan memungkinkan untuk beberapa mineral membentuk
kristal-kristal yang cukup besar. Jika magma yang mengandung beberapa kristal
besar mengalami perubahan kondisi lingkungannya, maka sisa dari magma akan
mengalami pembekuan yang sangat cepat sehingga menghasilkan butiran kristal
yang halus. Batuan yang dihasilkan akan menunjukkan kristal-kristal kasar
dikelilingi atau tertanam pada matrik dari kristal-kristal yang berbutir halus.
Kristal-kristal yang besar disebut fenokris,
sedang matrik kristal-kristal yang kecil disebut masa dasar. Batuan beku yang mempunyai
tekstur semacam ini disebut batuan beku porfir
(porphyry).
Pada
beberapa aktivitas gunung api, magma yang setengah padat akan dilemparkan ke
atmosfera dan akan mengalami pembekuan yang sangat cepat. Pembekuan yang sangat
cepat ini akan menghasilkan tekstur gelas (glass). Batuan yang mempunyai
tekstur semacam ini adalah obsidian.
Meskipun
kecepatan pembekuan magma merupakan faktor yang utama pembentuk tekstur batuan
beku, faktor lain yang juga penting pengaruhnya terhadap pembekuan tekstur adalah
komposisi magma. Magma basaltik yang bersifat encer, umumnya akan membentuk
batuan kristalin apabila mengalami pembekuan yang cepat pada aliran tipis lava.
Pada kondisi yang sama, magma granitik, yang umumnya lebih kental, akan lebih
memungkinkan untuk membentuk batuan dengan tekstur gelas. Akibatnya batuan
lelehan lava yang banyak disusun oleh gelas volkanik mempunyai komposisi
granitik. Sebaliknya lelehan lava basaltik yang mengalir di laut, bagian
permukaannya akan mengalami pembekuan yang sangat cepat sehingga menghasilkan
lapisan tipis mineral gelas.
Beberapa
batuan beku dibentuk dari konsolidasi fragmen batuan yang berasal dari erupsi
gunung api. Material yang dikeluarkan biasanya berupa debu volkanik yang sangat
halus, lapili atau bongkah besar yang berbentuk menyudut yang memungkinkan
berasal dari batuan dinding sekitar kawah yang dilemparkan pada saat erupsinya.
Batuan beku yang disusun oleh fragmen batuan semacam ini disebut bertekstur piroklastik.
Kenampakan
yang umum dari batuan piroklastik adalah disusun oleh glass shard. Batuan
piroklastik lainnya disusun oleh fragmen-fragmen batuan yang tersemen
bersama-sama beberapa waktu kemudian. Karena batuan piroklastik ini dibentuk
dari individual fragmen, maka teksturnya kadang-kadang sama dengan tekstur
batuan sedimen daripada batuan beku.
Komposisi
Mineral
Mineral-mineral
yang membentuk batuan beku dideterminasi oleh komposisi kimia magma darimana
mineral-mineral tersebut mengkristal. Seperti halnya batuan beku yang telah
diketahui mempunyai variasi yang sangat besar, maka dapat pula diasumsikan
bahwa macam magmapun mempunyai variasi yang besar pula. Pada ahli geologi telah
mendapatkan bahwa satu gunung api mempunyai tingkat erupsi yang bervariasi
kadang-kadang mengeluarkan lava yang mempunyai mineral yang berbeda, terutama
pada gunung api yang mempunyai periode letusannya cukup lama. Dari hal tersebut
dapat dikatakan bahwa magam yang sama kemungkinan dapat menghasilkan kandungan
mineral yang bervariasi.
N.L.Bowen merupakan seorang ahli yang
pertama kali melakukan penyelidikan terhadap proses kristalisasi magma pada
awal abad ke 20 ini. Hasil penyelidikan Bowen di laboratorium menunjukkan bahwa
mineral tertentu akan mengkristal pertama kali. Dengan penurunan temperatur,
mineral lain akan mulai mengkristal. Sejalan dengan proses pengkristalan dari
magma, komposisi dari magma yang tersisa selalu mengalami perubahan juga.
Sebagai contoh, pada saat magma telah mengalami pembekuan kira-kira 50 %, magma
yang tersisa akan mengalami penurunan kandungan unsur-unsur besi, magnesium dan
kalsium, karena unsur-unsur ini dijumpai pada mineral-mineral yang terbentuk
pertama kali. Tetapi pasa saat yang bersamaan, komposisi magma lebih diperkaya
oleh kandungan unsur-unsur yang banyak terkandung dalam mineral-mineral yang
terbentuk kemudian, seperti unsur-unsru sodium dan potasium. Demikian juga
kandungan silikon dalam larutan magma semakin bertambah pada proses
kristalisasi berikutnya.
Bowen
juga menunjukkan bahwa mineral-mineral yang telah mengkristal dan masih
terdapat dalam lingkungan magma yang masih cair, akan bereaksi dengan sisa
cairan magma dan menghasilkan mineral berikutnya. Oleh sebab itu susunan atau
urutan proses kristalisasi mineral dikenal dengan nama Bowen’s reaction series. Pada bagian kiri dari susunan ini olivin
yang merupakan mineral pertama yang terbentuk, akan bereaksi dengan cairan
magma dan membentuk piroksin. Reaksi ini akan terus berlangsung sampai mineral
yang terakhir dalam seri ini yaitu biotit, terbentuk. Susunan sebelah kiri ini disebut
sebagai discontinuous reaction series,
karena tiap mineral yang terbentuk mempunyai struktur kristal yang berbeda.
Olivin disusun oleh tetrahera tungal, dan mineral lain pada seri ini disusun
oleh rangkaian rantai tunggal, rantai ganda dan struktur lembaran. Pada umumnya
reaksi yang terjadi tidak sempurna, sehingga mineral-mineral yang bervariasi
ini akan hadir pada saat yang bersamaan.
Pada
susunan bagian kanan reaksi berlangsung terus menerus. Mineral yang pertama
kali terbentuk adalah mineral feldspar yang kaya akan kalsium (Ca-feldspar)
bereaksi dengan ion-ion sodium (Na) yang semakin meningkat persentasenya di
dalam magma. Kadangkala kecepatan pendinginan berlangsung sangat cepat sehingga
menghambat perubahan yang sempurna dari kalsium feldspar menjadi sodium
feldspar. Bila hal ini terjadi zoning pada mineral feldspar, dimana kalsium
feldspar di bagian intinya dikelilingi oleh sodium feldspar.
Pada
proses kristalisasi, setelah magma mengalami pembekuan, sisa magma akan
membentuk mineral kuarsa, muskovit dan potas feldspar (ortoklas). Meskipun
mineral-mineral yang terakhir disebutkan terdapat dalam urutan Bowen’s reaction
series, tetapi bagian ini tidak benar-benar merupakan reaction series.
Walaupun
Bowen menunjukkan proses kristalisasi mineral dari magma dengan sistematik,
tetapi bagaimana Bowen’s reaction series dapat menceritakan keanekaragaman dari
batuan beku ? Pada suatu tingkat proses kristalisasi magma, bagian yang telah
mengkristal lebih dulu (padat) akan selalu memisahkan diri dari bagian yang
cair. Hal semacam ini dapat terjadi, karena mineral-mineral yang mengkristal
lebih dahulu akan lebih berat daripada bagian magma yang masih cair, sehingga
mineral-mineral tersebut akan turun ke bawah dan terkonsentrasi pada dapur
magma. Proses pengendapan ini terjadi secara bertahap mulai dari
mineral-mineral gelap seperti olivin. Bilamana sisa dari magma kemudian
mengkristal, baik di tempat tersebut ataupun di tempatnya yang baru karena
mengalami migrasi dari dapur magma, maka akan terbentuk batuan beku dengan
komposisi yang berbeda dengan komposisi magma asal.
Proses
segregasi mineral oleh pemisahan dan diferensiasi kristalisasi disebut fractional crystallization
(kristalisasi fraksional). Pada tiap tingkatan dari proses kristalisasi, cairan
magma terpisah dari bagian magma yang telah padat. Akibatnya kristalisasi
fraksional akan menghasilkan batuan beku dengan rentang komposisi yang cukup
lebar.
Bowen
berhasil menunjukkan bahwa melalui proses kristalisasi fraktional, satu jenis
magma dapat menghasilkan beberapa macam batuan beku. Tetapi penelitian yang
baru lebih menunjukkan bahwa proses kristalisasi fraksional saja tidak cukup
untuk menjelaskan keanekaragaman batuan beku yang telah banyak diketahi.
Meskipun lebih dari satu macam batuan beku dapat terbentuk dari satu jenis
magma, tetapi masih ada mekanisme lain yang dapat menghasilkan magma dengan
komposisi yang sangat beragam.
Penamaan
Batuan Beku
Seperti
yang telah disebutkan sebelumnya, batuan beku diklasifikasikan atau
dikelompokkan berdasarkan tekstur dan komposisi mineralnya. Tekstur batuan beku
dihasilkan oleh perbedaan proses pembekuannya, sedangkan komposisi mineral
batuan beku sangat tergantung pada komposisi kimia magma dan kondisi lingkungan
proses kristalisasinya. Dari hasil penyelidikan Bowen, mineral yang mengkristal
pada kondisi yang sama akan menyusun batuan beku yang sama pula. Sehingga dapat
dikatakan bahwa klasifikasi batuan beku sangat tergantung pada Bowen’s reaction
series.
Mineral-mineral
yang pertama mengkristal, Ca feldspar, piroksin dan olivin, merupakan mineral
yang kandungan Fe, Mg dan Ca-nya tinggi dan kandungan Si rendah. Basalt
merupakan batuan beku ekstrusif dengan komposisi mineral-mineral tersebut,
tetapi istilah basaltik (basalan) digunakan untuk batuan beku dengan tipe
seperti basalt. Mengacu pada kandungan besinya, batuan beku basaltik dicirikan
oleh warnanya yang gelap dan sedikit lebih berat dibandingkan dengan batuan
beku lainnya yang dijumpai di permukaan.
Diantara
mineral-mineral yang terakhir mengkristal adalah mineral potas feldspar dan
kuarsa. Batuan beku yang mempunyai komposisi mineral didominasi oleh
mineral-mineral tersebut disebut dengan tipe granitik. Batuan beku menengah
(intermediate) disusun oleh mineral-mineral yang terdapat di bagian tengah dari
Bowen’s reaction series. Amfibol bersama dengan plagioklas menengah merupakan
mineral-mineral utama yang menyusun batuan beku tipe ini. Batuan beku yang
mempunyai komposisi diantara granit dan basalt disebut sebagai tipe andestik.
Tabel. Batuan beku yang umum dijumpai
Granitik
|
Andesitik
|
Basaltik
|
|
Intrusif
Ekstrusif
|
Granit
Riolit
|
Diorit
Andesit
|
Gabro
Basalt
|
Komposisi
Mineral
Utama
|
Kuarsa
K-Feldspar
Na-Feldspar
|
Amfibol
Plagioklas menengah
Biotit
|
Ca-Feldspar
Piroksin
|
Komposisi
Mineral Tambahan
|
Muskovit
Biotit
Amfifol
|
Piroksin
|
Olivin
Amfibol
|
Meskipun
tiap kelompok batuan beku disusun oleh mineral utama yang terletak pada daerah
tertentu dari Bowen’s reaction series, tetapi terdapat juga mineral tambahan
yang jumlahnya tidak begitu banyak. Sebagai contoh, batuan beku granitik
terutama disusun oleh mineral kuarsa dan potas feldspar (K-feldspar), tetapi
kadang-kada juga dijumpai mineral-mineral muskovit, biotit, amfibol dan sodium
feldspar (Na-feldspar) dalam jumlah yang sedikit sebagai mineral tambahan.
Selain
tiga kelompok batuan beku seperti yang telah diuraikan di atas, terdapat juga
batuan beku yang mempunyai komposisi diantara ketiga kelompok batuan beku
tersebut. Sebagai contoh, batuan beku instrusif yang disebut granodiorit,
disusun oleh mineral-mineral yang menyusun batuan beku granitik dan batuan beku
andesitik. Batuan beku lain yang cukup penting adalah peridotit, yang komposisi
mineralnya terutama terdiri dari olivin. Batuan ini termasuk batuan beku ultra
basa dan merupakan penyusun utama dari mantel bumi bagian atas.
Faktor
yang penting pada komposisi mineral batuan beku adalah kandungan silika (SIO2).
Persentase silika dalam batuan beku sangat bervariasi, dan sebanding dengan
kelimpahan mineral lainnya. Contohnya, batuan yang mengandung silika rendah,
kandungan kalsium, besi dan magnesiumnya tinggi. Kandungan silika dalam batuan
beku tergantung pada tipe dari batuan bekunya. Batuan beku granitik (asam)
mempunyai kandungan silika lebih besar dari 66%, batuan beku andesitik
(menengah) berkisar antara 55%-66%, batuan beku basaltik (basa) berkisar antara
45%-55%, dan batuan beku ultra basa kurang dari 45%. Kandungan silika dalam
magma juga akan mempengaruhi sifat dari magma tersebut. Magma granitik yang
kandungan silikanya tinggi bersifat kental (vicous) dan mempunyai titik beku
(lebur) sekitar 800oC. Sedangkan magma basaltik bersifat encer dan
titik bekunya (lebur) sekitar 1200oC atau lebih tinggi.
Batuan beku yang mempunyai komposisi
mineral yang sama tidak selalu mempunyai nama yang sama. Jadi kenampakan sifat
fisik (tekstur) merupakan dasar utama dalam pemberian nama daripada komposisi
mineral. Granit merupakan batuan beku instrusif yang bertekstur kasar, sedang
batuan beku dengan komposisi mineral yang sama dengan granit tetapi bertekstur
halus mempunyai nama riolit.